Pernah
dengar tentang Kampung atau Kota Uwentira? Klo belum saya berikan
sedikit infonya. Kampung Uwentira, atau Ngata Uventira (ngata=kampung)
seperti yang tertulis di Tugu-nya, letaknya berada di track Kebun Kopi, di jalan Trans Sulawesi Tengah, antara Kota palu dan Toboli.
Apa yang
menarik dari kampung tersebut adalah dalam peta administratif Propinsi
Sulteng, tak ada Kampung, Desa atau Kecamatan dengan nama Uwentira. Loh,
Koq bisa? Iya, Kampung Uwentira adalah sebuah tempat yang penuh dengan
cerita misteri dan dipercaya sebagai pintu masuk ke sebuah Kota di
dimensi lain yang dibangun oleh mahluk “bukan manusia”.
Seperti berbagai tempat misteri lainnya, cerita tentang Kampung Uwentira hanya akan berupa urban legend, mitos atau cerita penduduk lokal yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Okay, mari
kita mulai. Beberapa orang percaya bahwa Kampung Uwentira adalah sebuah
Kota “tak nampak” dengan peradaban yang jauh lebih maju dari kota
manapun di Indonesia. Penghuninya dipercaya adalah bangsa Jin, yang
hanya bisa dilihat oleh orang yang memiliki kekuatan supranatural.
Di tempat itu,
dulu ada sebuah Jembatan peninggalan Belanda, berdesain kuno dengan atap
di atasnya. Jadi, bila lewat di jembatan tersebut, akan seperti
memasuki sebuah terowongan. Nah, konon, ada beberapa kendaraan yang
pernah melintas di jembatan itu, yang terlihat masuk ke terowongan
(jembatan) namun setelah itu tak keluar lagi. Bagi yang percaya, mobil
dan penumpangnya tersebut diyakini memasuki portal menuju Kota Uwentira.
Makanya, bagi yang melintas di jembatan tersebut, disarankan untuk mengucap permisi dengan cara membunyikan klakson 3 kali.
Adalagi
cerita tentang beberapa orang yang berhasil masuk ke Kota Uwentira,
(namun entah bagaimana, diizinkan keluar kembali dari kota tersebut),
bahwa Kota Uwentira adalah sebuah kota yang sangat indah, dengan
peradaban yang sangat maju. Layaknya sebuah kota besar dengan gedung –
gedung tinggi berasitektur modern dan hampir semuanya berwarna kuning
emas.
Pernah
dengar tentang Kota Atlantis yang hilang, seperti itulah kira2 gambaran
tentang Kota Uwentira. Bagi beberapa orang, tempat di dekat jembatan itu
sering digunakan untuk menyepi meminta nomor Togel.
Konon,
penduduk di kota tersebut, sesekali keluar dan berinteraksi dengan
penduduk lokal, misalnya ke Pasar di Kota palu atau daerah lain di
sekitarnya. Dari cerita penduduk lokal, beberapa orang yang dipercaya
sebagai penduduk Uwentira, kadang menampakkan diri dengan pakaian serba
kuning dengan kendaraan mobil yang juga warnanya kuning. Ciri khas
mereka adalah tak ada belahan di tengah antara hidung dan bibirnya.
Selain Tugu
berwarna kuning, di dekat jembatan itu juga ada sebuah rumah2an kecil
yang juga di-cat berwarna kuning. Rumah2an itu dijadikan sebagai tempat
meletakkan sesajen, berupa duit, rokok atau pun minuman gelasan yang
harganya seribu rupiah.
Ada yang
menarik ketika memberanikan diri untuk singgah berfoto di tugu Ngata
Uventira, ketika melintas pada malam hari sekitar 21.00 wita. Pertama,
penampakan orbs
(yang di dunia supranatural dipercaya sebagai penampakan hantu), sangat
banyak tertangkap kamera digital ketika saya berfose di dekat tugu
Uwentira.
Yang kedua, ketika berdiri dekat rumah2an tempat meletakkan sesajen untuk berfoto, terlihat ada sebatang rokok yang masih menyala, seperti baru saja diletakkan disitu. Padahal, 15 menit sebelum waktu pengambilan gambar, saya dan 2 orang teman lainnya, sangat yakin bahwa tak ada orang di sana selain kami.
Namun, kami
tak mau berlama2 berdiri di sana, untuk menyentuh atau menyelidiki
kejadian tersebut. Aura mistis dan bau kemenyan membuat kami bersegera
kembali ke mobil, melanjutkan perjalanan ke Kota Palu.
Masih banyak cerita tentang Kampung Uwentira, yang menjadi urban legend
di penduduk lokal di Kota Palu dan sekitarnya. Tapi, untuk menghindari
tulisan ini menjadi kisah imajinatif “rekayasa” seperti tayangan2 horor reality show di TV (yang tiba2 saja ada yang kesurupan dan lalu bercerita), saya cukupkan kisahnya sampai disini saja.
Bagi yang penasaran, bisa datang sendiri ke Kampung Uwentira di Sulawesi Tengah.
The Emperor : Tour de Sulteng